pointer

BERITA


Wapres Temui Pengurus ICMI

CALON PRESIDEN: ICMI Dukung Orang Muda
Jajaran Presidium Majelis Pengurus Pusat ICMI yang datang, antara lain, Nanat Fatah Natsir. ICMI didirikan pada Jumat, 7 Desember 1990, di Malang, Jawa Timur. Ketua umum pertama ICMI ialah BJ Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BPPT.  Pembentukan ICMI diawali dengan simposium di Universitas Brawijaya, Malang. Simposium dihadiri 512 orang dan 460 orang di antaranya bergabung sebagai pendiri ICMI.
Situs resmi ICMI menyebutkan, berdirinya organisasi ini tidak lepas dari kebangkitan umat Islam pada tahun 1980-an akibat ledakan kaum terdidik di kalangan kelas menengah kaum santri. Program dan kebijakan Orde Baru mendorong kelahiran generasi baru kaum santri yang terpelajar, modern, berwawasan kosmopolitan, berbudaya kelas menengah, serta mendapat tempat di institusi-institusi modern.
Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Nanat Fatah Natsir mengatakan diperlukan regenerasi kepemimpinan dalam pemilihan umum mendatang. “ICMI mendorong kepemimpinan muda. Muda dalam berpikir. Bisa saja yang tua, tetapi pikirannya semangat pemuda. Artinya, kita melihatnya secara substansi, bukan secara biologis,” ujarnya seusai menemui Wapres Boediono, hari ini (7/2/12).
Dia mengatakan calon presiden ke depan harus mempunyai pemikiran dan semangat pemuda karena memerlukan energi yang besar untuk mengubah proses politik dan demokrasi yang saat ini menuju kebebasan tanpa batas. Namun, calon presiden yang muda ini tidak harus dilihat dari ukuran biologis, tetapi pemikirannya. Apalagi saat ini banyak juga politikus muda yang terjerat kasus korupsi. “Kalau ukuran biologis, sekarang yang terlibat kasus korupsi juga banyak yang muda, jadi yang kita lihat pemikirannya,” jelasnya.
Nanat mengatakan diperlukan perubahan besar dalam berpolitik di Indonesia agar proses demokrasi kembali kepada cita-cita luhur menyejahterakan rakyat. Dia mencontohkan, proses pemilihan kepada daerah saat ini menimbulkan kontraporduktif karena tidak mampu membangun demokrasi yang sehat dan berdampak negatif bagi berbagai bidang pembangunan. "Para petani di daerah sekarang banyak yang beralih profsi jadi tim sukses karena lebih menguntungkan. Kecenderungannya sudah begitu, sekarang pilkada sebagai alat cari uang bukan untuk bangun demokrasi," katanya.
Dia mengemukakan sistem pemilihan seperti itu merusak sistem demokrasi sehingga harus segera diperbaiki agar proses demokratisasi bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mengembalikan alam demokrasi yang sehat, lanjutnya, harus ada hijrah atau perubahan moral yang besar. “Kuncinya hijrah moral, memperbaiki moral dan kehidupan politik. Politik sekarang marak dengan money politic, dan kebebasan tanpa batas,” katanya. 
sumber: kompas.com, bisnis.com